PROFIL PERUSAHAAN TIFICO Tbk
Sejak tanggal 26 februari 1980, perusahaan ini menjadi sebuah produser Polyester Synthetic Fiber sebagai bahan mentah dari textile yang sudah di registrasi sebagai satu dari lima perusahaan yang menjual saham ke publik. Semua saham dari PT. TIFICO terdaftar di Jakarta Stock Exchange. Sejak tahun 1987, perusahaan memperluas proyeknya sebagai hasil TIFICO dan sekarang bisa memproduksi benang filamen sebesar 190 ton/hari dan serabut kapas sebesar 210 ton/hari. Dalam rangka untuk menaikkan kualitas dari bahan mentah, perusahaan menjaga pengembangan untuk memproduksi benang filamen dengan kualitas yang lebih tinggi.
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR MODAL DENGAN NILAI PERUSAHAAN
Tahun | Total Hutang | Total Equity | Debt to Equity Ratio |
2004 | 201.852.921 | 70.456.346 | 286,49% |
2005 | 221.840.259 | 58.476.468 | 379,37% |
2006 | 290.136.000 | 10.575.000 | 2743,60% |
2007 | 293.863.763 | 27.636.571 | 1063,31% |
2008 | 254.589.908 | 55.412.887 | 459,44% |
Tahun 2004 | Tahun 2005 | Tahun 2006 | Tahun 2007 | Tahun 2008 |
255 | 390 | 300 | 315 | 290 |
Pada tahun 2004, diketahui nilai Debt to Equity Ratio adalah sebesar 286,49% dengan harga saham penutupannya sebesar Rp 255. Tahun 2005, nilai Debt to Equity Ratio adalah sebesar 379,37% dengan harga saham penutupannya yaitu Rp 390. Tahun 2006, nilai Debt to Equity Ratio sebesar 2743,60% dengan harga saham penutupannya yaitu Rp 300. Tahun 2007, nilai debt to equity ratio adalah sebesar 1063,31% dengan harga saham penutupannya yaitu Rp 315. Tahun 2008, nilai Debt to Equity Ratio yaitu sebesar 459,44% dengan harga saham penutupannya yaitu Rp 290.
Debt to equity mempunyai hubungan yang cukup erat dengan harga penutupan sahamnya. Pada tahun 2004, saat DER sebesar 286,49% diketahui harga penutupan sahamnya sbesar Rp 255. Pada tahun 2005, saat DERnya mengalami peningkatan menjadi 379,37% ternyata harga penutupan sahamnya juga meningkat menjadi sebesar Rp 390. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dengan hutang di tahun 2005 yang meningkat, maka terjadi kenaikan pada DERnya yang diimbangi dengan harga penutupan saham yang meningkat pula sehingga para investor dapat berpikir untuk memprediksikan dalam menginvestasikan sahamnya. Pada tahun 2006, DER diketahui sebesar 2.743,60% dan harga penutupan sahamnya sebesar Rp 300 dan pada tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 1.063,31% dengan harga penutupan saham mengalami kenaikan yaitu sebesar Rp 315 , hal ini yang menyebabkan para investor untuk berpikir ulang dalam membeli saham PT. Tifico karena tingkat resiko bisnisnya tinggi. Pada tahun 2008, DER mulai mengalami penurunan kembali dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 459,44% dengan harga saham penutupannya yaitu Rp 290.
Struktur Modal adalah perbandingan atau imbangan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri. Dalam pemenuhan kebutuhan dana, perusahaan harus mencari alternatif pendanaan yang efisien. Pendanaan yang efisien terjadi apabila perusahaan mempunyai struktur modal yang optimal, dimana dapat meminimalkan biaya penggunaan modal keseluruhan atau biaya modal rata- rata sehingga memaksimalkan nilai perusahaan. Kebijakan struktur modal akan berpengaruh positif terhadap nilai saham melalui penciptaan bauran atau kombinasi sumber dana (hutang jangka panjang dan modal sendiri) sehingga mampu memaksimalkan nilai saham. Dalam kondisi tertentu perusahaan dapat memenuhi kebutuhan dananya dengan mengutamakan sumber-sumber dari dalam perusahaan, akan tetapi ada kalanya juga kebutuhan dana sudah sedemikian meningkat karena pertumbuhan perusahaan, dan dana internal telah di gunakan
semua, maka tidak ada pilihan lain selain menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan yang berupa hutang. Penggunaan hutang dalam suatu perusahaan akan menaikkan nilai saham, karena adanya kenaikan pajak yang merupakan pos deduksi terhadap biaya hutang, namun pada titik tertentu penggunaan hutang dapat menurunkan nilai saham karena adanya pengaruh biaya kepailitan dan biaya bunga yang di timbulkan dari adanya penggunaan hutang. Semakin tinggi harga saham semakin tinggi nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi.
Dari informasi di atas kita ketahui bahwa tahun 2004 nilai debt to equity ratio sebesar 286,49% , hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai sumber dana yang sangat tidak sebanding antara hutang dengan modal sendirinya. Rasio sebesar 286,49% ini menunjukkan rasio yang sangat tinggi yang berarti modal sendiri semakin sedikit dibandingkan dengan hutangnya. Hal ini menunjukan bahwa modal yang dimiliki oleh PT Tifico Tbk berasal dari hutang sebesar 2,8649 lipat lebih dari modal sendiri, artinya struktur modal PT Tifico Tbk belum menunjukan nilai yang baik atau masih buruk. Begitu juga untuk tahun- tahun berikutnya (tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008), debt to equity rationya lebih besar lagi dibandingkan tahun 2004.
Berdasarkan analisis data di atas,kita dapat mengaitkan dengan teori struktur modal yang ada. Terdapat 3 teori struktur modal, yaitu Modigliani-Miller (MM), Trade-off Theory, Pecking Order Theory.
Teori pertama yaitu Modigliani-Miller (MM). Menurut teori ini tidak ada hubungan antara struktur modal dengan nilai perusahaan. Perusahaan bisa menggunakan 100% hutang. Teori ini mengasumsikan kondisi ekonomi yang ideal. Akan tetapi, teori ini tidak sesuai dengan yang dihadapi oleh PT Tifico, Tbk karena antara struktur modal dengan nilai perusahaan masih berhubungan.
Teori kedua, trade off theory, dimana ada hubungan antara struktur modal dengan nilai perusahaan. Dalam teori ini terdapat trade-off antara tax benefit/shield (manfaat penghematan pajak atas penggunaan hutang) dan cost financial distress (biaya yang ditimbulkan karena adanya kenaikan resiko kebangrutan akibat besarnya hutang). Jadi, suatu perusahaan itu mendasarkan keputusan pendanaan pada struktur modal yang optimal.
Teori ketiga, Pecking Order Theory, perusahaan diberi pilihan jika membutuhkan tambahan dana, yaitu menggunakan internal financing (berasal dari laba ditahan dan depresiasi) dan atau menggunakan external financing (dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik perusahaan).
Sesuai dengan grafik selama 5 tahun terakhir ini, grafik tersebut sesuai dengan teori model trade-off dimana menunjukkan bahwa semakin besar penggunaan hutang, maka semakin besar keuntungan dari penggunaan hutang, tapi dalam penggunaan hutang setiap perusahaan juga memiliki titik tertentu dimana perusahaan tersebut kemungkinan tidak akan sanggup lagi membayar hutang yang ada sehingga perusahaan tersebut terancam bangkrut (Financial distress dan agency cost).
Financial distress merupakan kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Sedangkan agency cost adalah biaya yang timbul karena perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dan kreditor.
Semakin besar hutang perusahaan maka akan semakin sedikit jumlah investor yang akan datang untuk menginvestasikan uangnya ke perusahaan tersebut karena investor menilai perusahaan tersebut hanya hidup berdasarkan hutang saja. Apalagi perusahaan ini tidak hanya penuh dengan dengan hutang tapi dari tahun ke tahun perusahaan terus merugi.
Manajemen Modal Kerja meliputi semua aspek pengelolaan administrasi aktiva lancar dan kewajiban lancar dalam operasional perusahaan sehari-hari yang berpedoman sesuai dengan kebijakan masing-masing perusahaan.
Dengan menggunakan data dari PT. Tifico. Tbk, modal kerja bruto atau gross working capital yang meliputi penjumlahan kas, surat– surat berharga (sekuritas), piutang dan persediaan diketahui pada tahun 2004 yaitu sebesar 112.574.230, kemudian pada tahun 2005 sebesar 104.404.730. Pada tahun 2006 modal kerja brutonya sebesar 109.515.286. Tahun 2007 sebesar 109.770.928. Sementara pada tahun 2008 modal kerja brutonya sebesar 84.944.221.
Dengan menggunakan data dari PT. Tifico. Tbk, dapat dihitung Net Working Capital atau modal kerja netto yang diperoleh dari pengurangan antara aktiva lancar dengan hutang lancar, pada tahun 2004 sebesar -130.532.831, kemudian pada tahun 2005 sebesar -35.481.870. Pada tahun 2006 menjadi -97.810.226. Tahun 2007 sebesar -129.467.276. Dan pada tahun 2008 modal kerjanya menjadi sebesar -148.064.776.
Manajemen modal kerja perusahaan juga dipengaruhi oleh siklus Konversi Kas atau Cash Conversion Cycle. CCC adalah siklus yang menghitung waktu perusahaan mulai dari perusahaan mengeluarkan uang untuk membeli bahan baku hingga perusahaan mendapat uang dari penjualan barang jadi. CCC dihitung dengan menambahkan waktu yang dibutuhkan untuk konversi atau perputaran persediaan dengan waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk mengumpulkan piutang, kemudian dikurangkan dengan waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk membayar kewajiban lancar.
Rumus CCC = ICP + RCP – PDP
Keterangan :
ICP = Inventory Conversion Period (waktu rata – rata yang dibutuhkan untuk mengubah bahan mentah menjadi produk jadi dan kemudian dijual).
RCP = Receivables Collection Period (waktu rata – rata untuk mengubah piutang menjadi kas).
PDP = Payable Defferal Period ( waktu rata – rata antara pembelian bahan baku dan tenaga kerja dengan waktu pembayarannya).
Pada tahun 2004, siklus konversi kas sebesar 113 hari, kemudian mengalami peningkatan menjadi sebesar 145 hari pada tahun 2005. Tahun 2006, siklus konversi kas menurun drastis menjadi sebesar 16 hari sedangkan tahun 2007 mulai meningkat lagi menjadi sebesar 98 hari dan tahun 2008 menurun menjadi sebesar 58 hari. Secara teori, semakin pendek waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk memproses dari pengeluaran bahan
KESIMPULAN
Hubungan antara harga saham dengan struktur modal
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap harga saham adalah kebijakan struktur modal perusahaan, dalam hal ini adalah debt to equity. Kebijakan struktur modal akan berpengaruh positif terhadap nilai saham melalui penciptaan bauran atau kombinasi sumber dana (hutang jangka panjang dan modal sendiri) sehingga mampu memaksimalkan nilai saham.
Dari informasi di atas kita ketahui bahwa tahun 2004 nilai debt to equity ratio sebesar 286,49% , hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai sumber dana yang sangat tidak sebanding antara hutang dengan modal sendirinya. Rasio sebesar 286,49% ini menunjukkan rasio yang sangat tinggi yang berarti modal sendiri semakin sedikit dibandingkan dengan hutangnya. Begitu juga untuk tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008 dimana DERnya juga tinggi.
Jika komposisi hutang lebih tinggi dari equity perusahaan, maka dapat mengakibatkan kewajiban perusahaan meningkat yang pada akhirnya dapat memberikan sentimen negatif terhadap harga saham perusahaan tersebut.
Jadi dengan tingginya nilai DER maka akan mempengaruhi jumlah investor yang akan menginvestasikan ke perusahaan tersebut. Hubungan antara harga saham dengan struktur modal yaitu, semakin tinggi DER maka jumlah investor yang akan menginvestasikan akan semakin sedikit sehingga membuat harga saham perusahaan ini pun akan jatuh dan ini akan membuat modal perusahaan pun akan menjadi semakin berkurang.
Berdasarkan perhitungan modal kerja bruto PT. Tifico, Tbk dapat dilihat bahwa tahun 2004 modal kerja bruto sebesar 112.574.230 yang kemudian pada tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 104.404.730. Untuk tahun 2006 modal kerjanya mulai meningkat kembali menjadi 109.515.286, begitu juga pada tahun 2007 menjadi 109.770.928. Sementara pada tahun 2008 mengalami penurunan kembali yang cukup signifikan menjadi 84.944.221.
Berdasarkan perhitungan modal kerja PT. Tifico, Tbk dapat dilihat bahwa telah terjadi peningkatan modal kerja bersih atau Net Working Capital pada tahun 2005 dengan modal kerja netto sebesar -35.481.870. Sedangkan pada tahun 2006 modal kerja mengalami penurunan menjadi sebesar -97.810.226. Begitu juga tahun 2007 dan 2008, masing- masing sebesar -129.467.276, dan -148.064.776. Dari hasil perhitungan modal kerja bersih di atas, dapat dilihat bahwa semua hasil modal kerja bersihnya masih negative sehingga keadaan modal kerja PT. Tifico, Tbk belum memenuhi ketentuan dari sebuah kondisi yang baik. Ketentuan dari kondisi modal kerja yang baik bagi investor yaitu dimana aktiva lancar harus lebih besar daripada hutang lancar sehingga hasil modal kerja tentulah positif.
Dari perhitungan siklus konversi kas atau CCC atau Cash Convertion Cycle, PT. Tifico, Tbk ini mengalami nilai yang berfluktuasi dari tahun 2004 hingga tahun 2008. Pada kasus PT. Tifico, Tbk pada tahun 2004, siklus konversi kas sebesar 113 hari, kemudian mengalami peningkatan menjadi sebesar 145 hari pada tahun 2005. Tahun 2006, siklus konversi kas menurun drastis menjadi sebesar 16 hari sedangkan tahun 2007 mulai meningkat lagi menjadi sebesar 98 hari dan tahun 2008 menurun menjadi sebesar 58 hari. Secara teori, semakin pendek waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk memproses dari pengeluaran bahan baku hingga mencapai pengembalian melalui pendapatan, semakin baik perusahaan tersebut. Tetapi, pada kasus PT. Tifico ini CCCnya mengalami fluktuasi yang cukup signifikan.